Berdirinya pondok pesantren di Indonesia memiliki latar belakang yang sama yakni didirikan secara perorangan atau pribadi yang berkeinginan mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat luas. Adapun sarana yang tersedia sangat sederhana yakni masjid, surau atau musholla yang digunakan sebagai tempat ibadah shalat dan kajian keislaman, serta pondok sebagai tempat tinggal para santri. Ilmu yang dikaji adalah kitab-kitab klasik yang meliputi bidang ilmu Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqi, Tashawuf, Bahasa Arab dan sebagainya.
Pesantren bukan semata-mata sebagai sebuah institusi pendidikan saja. Sejak kemunculannya, pesantren sebagai sebuah institusi yang telah berakar kuat di dalam masyarakat Indonesia. Pesantren merupakan produk dari sistem pendidikan pribumi yang memiliki akar sejarah, budaya dan sosial di Indonesia. Oleh karena itu pesantren merepresentasikan pendidikan yang unik yang mensintesakan dimensi sosial, budaya dan agama. Akar dan sintesis ini kemudian mempengaruhi fungsi pesantren baik secara internal maupun eksternal. Dalam dekade 1970-an terjadi perubahan yang cukup besar pada keberadaan pesantren sebagai sebuah sistem pendidikan tradisional dalam sistem pendidikan sekolah mulai dari madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, SLTP/SLTA Umum, Perguruan Tinggi Keagamaan, bahkan Perguruan Tinggi Umum, dengan tanpa menggusur sistem ang selama ini dikenal dan menjadi budaya dalam dunia pesantren.
Menurut Ridlwan Nasir11 klasifikasi pesantren saat ini, yaitu :
a. Pondok pesantren salaf/klasik, yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem klasikal (madrasah) salaf dengan kurikulum 100% agama.
b. Pondok pesantren semi berkembang, yaitu pondok pesantren yang di dalamnya terdapat pendidikan salaf (weton dan sorogan) dan sistem klasikal (madrasah) swasta dengan kurikulum 90% agama dan 10% umum.
c. Pondok pesantren berkembang, yaitu pondok pesantren seperti semi berkembang, hanya saja sudah lebih variasi bidang kurikulumnya, yakni 70% agama dan 30% umum, disamping itu juga diselenggarakan madrasah SKB Tiga Menteri dengan penambahan diniyah.
d. Pondok pesantren khalaf/modern, yaitu seperti bentuk pondok modern berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap lembaga pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain diselenggarakanya sistem sekolah dengan penambahan diniyah (praktek membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik umum maupun agama), bentuk koperasi dan dilengkapi takhasus (bahasa Arab dan Inggris).
e. Pondok pesantren ideal, yaitu sebagaimana bentuk pesantren modern, hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap terutama bidang ketrampilan yang meliputi pertanian, teknik, perikanan, perbankan, serta memperhatikan kualitasnya dengan tidak menggeser ciri khusus kepesantrenannya. Dengan adanya bentuk tersebut diharapkan alumni pondok pesantren benar-benar berpredikat khalifah fil ardli.
Modernisasi pesantren, dilihat dari perspektif perkembangan kebudayaan dan peradaban dunia, tampaknya memang merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Sistem dan kelembagaan pesantren sulit untuk bisa survive tanpa modernisasi. Tetapi modernisasi sistem dan kelembagaan pesantren berlangsung bukan tanpa problem atau kritik. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, kritik yang berkembang di tengah masyarakat muslim, khususnya di kalangan pemikir pendidikan Islam dan pengelola pesantren sendiri, kelihatannya semakin vokal.